Pages

Kisah Sang Nenek Yang Berjuang untuk Menghidupi Anaknya


Sebenarnya bukan keinginan Meliah untuk mengasuh anaknya seorang diri hingga usianya sudah sesenja ini. Namun, takdir Tuhan berkata lain.

Tuhan telah lebih dulu memanggil suaminya 20 tahun lalu. Juga tiga kakak Abdul --2 anak laki-laki dan seorang perempuan-- meninggal pada usia muda. Itu membuat perempuan tua itu harus menanggung hidupnya dan Abdul di pundaknya sendiri.

Meski demikian, Meliah tidak sepenuhnya hidup sebatang kara. Masih ada sanak famili yang turut menjaga mereka. Seperti Siti Jaleha Yunus, 59 tahun, cucu dari keponakan Meliah.

Menurut Siti Jaleha, kerabat lain bergiliran membantu Meliah dan Abdul. Tidak jarang para kerabat mengantar makanan untuk mereka atau sekadar memeriksa keadaan ibu dan anak itu.

Siti Jaleha menyatakan kisah hidup neneknya itu merupakan contoh yang sangat patut diteladani dan bukti pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Sebuah bukti kasih ibu sepanjang masa.
Ditambahkan Siti Jaleha, saat ini kondisi neneknya sudah sangat rapuh dengan kemampuan mengingat yang kian melemah akibat penuaan. Namun, Meliah tidak pernah lupa nama anaknya. Tubuhnya yang renta membuatnya tetap melakukan tugasnya sehari-hari untuk dirinya dan Abdul.

"Dia melakukan rutinitas itu setiap hari. Mengingatkan anaknya untuk makan dan mandi," kisahnya.
Meliah tidak memiliki penghasilan. Hidupnya bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah Malaysia. Ia mendapat sebesar RM 450 atau setara dengan Rp 1,6 juta dan RM 300 sekitar Rp 1 juta dari departemen sosial tiap bulannya.

Kisah Meliah ini memang bisa dijadikan teladan semua ibu, terutama ketika takdir Tuhan menyatakan anak yang dikandung terlahir dalam kondisi 'khusus'. Namun, kekuatan hati Meliah ini tidak dimiliki oleh semua ibu dengan anak penyandang disabilitas.

Kasih Nenek Meliah memang amat kontras bila dibandingkan dengan Tania Clarence. Ibu asal Old Bailey, Inggris, ini justru tega membunuh ketiga anaknya hanya karena menyandang disabilitas. Tekanan jiwa yang dirasakan Tania membuat dirinya melakukan perbuatan keji terhadap anak kandungnya sendiri.

Bahkan, ada juga seorang ibu yang melakukan aborsi karena mengetahui anaknya akan terlahir cacat.

Pengalaman berat juga pernah dialami Dr Claire McCarthi, seorang dokter anak yang juga seorang ibu dari anak cacat. Kebetulan Dr Claire McCarthy merupakan dokter yang menangani anak berkebutuhan khusus.

Dia mengaku tidak jarang mendapati ibu-ibu dengan anak disabilitas dalam kondisi yang tidak terurus, bahkan tampak lebih tua dari usianya.

Hal ini, lanjut McCarthy, disebabkan pikiran mereka terkuras dan dirinya terlalu lelah untuk membesarkan anaknya. Menurutnya, kebanyakan ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus ini akan turun tangan mengurusi anaknya langsung.

Seperti isi kolomnya dalam Boston.com, McCarthy pun sempat berada pada posisi mereka dan merasakan betapa besarnya tekanan seorang ibu dengan anak penyandang disabilitas.

Tidak jarang dia marah dengan rasa empati yang disampaikan orang-orang sekitarnya dan ingin berteriak "Apakah dengan perkataanmu itu, Anak saya akan sehat?". Namun, dia kemudian berpikir dan mulai menyikapi kondisinya dengan bijaksana.

McCarthy terus berpikir untuk mengurus anaknya dengan baik. Dia berikan rasa cinta dan kasih sayang. Dia pun akhirnya mensyukuri keadaan yang diberikan Tuhan kepadanya dan keberadaan anaknya yang telah memberikannya banyak pelajaran hidup.

Saat menyambut Hari Ibu Sedunia yang jatuh tiap tanggal 13 Mei, kisah kasih nenek Meliah Md Diah ini bukanlah kisah fiksi. Kasih ibu itu nyata. Ia hadir seperti oksigen yang senantiasa kita hirup. Usia juga tak membuat kasih sayang nenek Meliah pada anaknya menguap. Inilah kasih sayang sejati seorang ibu