Beli Istri Mulai 8 Jeti: Fenomena Amoy Singkawang


Beli istri mulai 8 jeti: Fenomena Amoy Singkawang / Syafaruddin Usman MHD, Isnawita Din; penyunting, Ratino. — Cet. 1. — Yogyakarta: Media Pressindo, 2010. — 180 hlm.; 11×18 cm. — ISBN 978-979-788-152-8
Kota Amoy adalah julukan yang diberikan untuk Singkawang, Kalimantan Barat. Kota Amoy tidak hanya memberikan arti gudangnya gadis Cina yang cantik. Tetapi juga menyiratkan kesan kota di Indonesia yang berciri Cina. Cap Cina yang melekat pada Kota Singkawang memang punya sejarah panjang. Kehadiran orang-orang Cina di daerah itu bermula sejak berabad-abad yang silam. Namun, yang lebih memengaruhi perkembangan Singkawang adalah migrasi besar-besaran pada awal abad ke-18.
Singkawang telah melewati perjalanan sejarah yang panjang dan berliku, sampai akhirnya adalah para imigran Cina yang bekerja di pertambangan emas dan intan di Montrado yang membangun Kota Singkawang yang semula dimaksudkan sebagai daerah peristirahatan. Setelah berjaya di Montrado, mereka dikalahkan oleh Belanda lewat pertempuran yang sengit. Orang-orang Cina kembali bertani dan berdagang di Singkawang, kemudian membentuk komunitas Cina yang dominan. Sekarang, keturunan Cina merupakan penduduk mayoritas. Anehnya, kaum mudanya, khususnya para Amoy Singkawang, malah tidak betah berlama-lama di kampung halamannya itu.
Ke mana perginya Amoy Singkawang, dan mengapa dari Singkawang mereka mencari cinta, merupakan dua sudut pandangan yang cukup unik. Singkawang tidak hanya terkenal karena keramik. Kemunculan gejala lain mulanya, Amoy di kota tepian pantai di Kalimantan Barat ini, bahkan sampai sekarang masih sibuk pula menjual cinta kepada lelaki khususnya dari Pulau Formosa. Banyak lelaki Taiwan yang mencari cinta sangat bergairah untuk memperistri Amoy dari Singkawang. Alasannya karena praktis dan biayanya pun murah.
Ternyata, masalah perkawinan yang selama ini dikategorikan sebagai isu personal, bukanlah semata sebuah isu personal. Melainkan, juga sebuah isu sosial politik di tingkat negara maupun dalam hubungan antarnegara. Sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, perkawinan antara perempuan Indonesia (Amoy Singkawang) dan laki-laki Taiwan ternyata hadir sebagai sebuah konsekuensi logis dari sistem dunia yang diwarnai oleh bau kapitalisme.
Karena adanya demand dan supply dengan logika kapitalisme itu, telah dimanfaatkan oleh sebagian orang sebagai lahan bisnis dengan modus perkawinan trans-nasional (baca: pengantin pesanan) dengan menjadi perantara dalam modus perkawinan tersebut. Pada akhirnya, perkawinan itu adalah wujud dari metode perdagangan perempuan (women trafficking) yang sangat merugikan para Amoy itu sendiri. Para Amoy Singkawang pasca pernikahan tetap menempati posisi subordinat, baik di tingkat hubungan personal, antara Amoy dan lelaki Taiwan atau pun pria Hongkong yang mempersuntingnya, dengan keluarga dan negaranya, maupun dengan negara yang ditujunya.
Jika dihubungkan dengan menggunakan analisis gender, buku ini berupaya meneguhkan bahwa para Amoy selalu menjadi pihak yang dikorbankan dalam lingkaran sistem kapitalisme dunia. Penulis mencoba menelusuri bisnis asmara ini dan apa yang terjadi di Singkawang berkaitan dengan itu. Hasil pengamatan dan investigasi itu dituang dalam buku kecil ini. Hal lain yang dikisahkan dalam buku ini adalah kisah beberapa perempuan Cina (Amoy Singkawang) yang menjalani jalan nestapa perdagangan perempuan. Semoga buku ini menambah informasi bagi kita.


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 9/14/2015 07:21:00 pm

ARTIKEL TERPOPULER