Meski sudah mengenakan topeng, namun raut bibir dan nada kata gugup yang terlontar dari mulut siswa SMP tersebut menunjukkan bahwa ia tegang. Ia rupanya masih takut dengan seorang pria di hadapannya yang telah merusak masa depannya.
Siswa SMP tersebut adalah satu dari empat korban kebejatan Fransiscus Asisi Setiawan Joko Martono. Pria 43 tahun itu ada di hadapan korban saat polisi melakukan rekonstruksi kejadian.
“Tersangka telah mencabuli empat anak didiknya,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete kepada wartawan di TK Kasih Ibu di Jalan Siwalan Kerto II/29, Minggu (5/7/2015).
Setiawan memang berprofesi sebagai seorang guru. Bidang yang diajar pria yang tinggal di Jalan Siwalan Kerto Tengah gang Pisang itu adalah musik. Setiawan menjadi guru ekstra kurikuler musik di sebuah SMP di wilayah Siwalan Kerto.
Setahun lalu, Setiawan membuat les musik. Les musik itu berdiri atas desakan siswa-siswa SMP tempat ia mengajar. Les musik itu mengambil tempat di TK Kasih Ibu. TK tersebut adalah milik Yayasan Dewati Darma Insani. Di yayasan tersebut, Setiawan menjadi ketuanya. Ada sekitar 20 siswa yang mengikuti les musik.
“Setelah berjalan cukup lama, tersangka mulai mencabuli muridnya,” ujar Takdir.
Pencabulan itu dilakukan di kamar playgroup class. Satu persatu korban dipanggil masuk ke kamar. Di dalam kamar, Setiawan mengatakan kepada muridnya bahwa ia bisa meramal dan mengetahui bakat serta aura sang murid. Ia juga bisa membuat muridnya tersebut lebih pintar bermusik.
Tetapi ada syaratnya, dan syarat itu tak boleh ditolak oleh sang murid. Selama melakukan syarat itu, sang murid tidak boleh menolaknya. Dan seketika itulah Setiawan melucuti pakaian muridnya. Ia mencabuli bocah yang masih berusia 14 tahun tersebut.
“Tersangka meraba, meremas, mengecup, melumat, dan memainkan jemarinya di bagian intim korban,” lanjut Takdir.
Setelah melakukan itu, bapak satu anak itu mengancam muridnya bahwa hal tersebut tak boleh diceritakan pada siapapun. Jika hal itu dilakukan, maka nilai musiknya tidak akan bagus.
Para korban ternyata tak menuruti ancaman gurunya. Mereka satu sama lain saling bercerita. Mereka curhat tentang perbuatan yang sudah dilakukan Setiawan kepada mereka. Curhat antar sahabat itu akhirnya bocor keluar.
Salah satu korban akhirnya bercerita ke neneknya jika ia dan teman-temannya telah dicabuli Setiawan. Nenek tersebut kaget dan mulai menghubungi orang tua para korban. Para orang tua akhirnya melapor ke polisi.
“Ada enam korban yang menjadi pelampiasan nafsu tersangka. Namun hanya empat yang melapor,” pungkas takdir.
SN, nenek salah satu korban yang mendapat laporan pertama mengaku kaget saat cucunya bercerita. SN mengaku lemas saat pertama kali mendengarnya. Namun ia berusaha tegar dan segera menemui orang tua korban yang lain.
“Cucu saya mengaku sudah lima kali dicabuli. Saya juga tak menyangka,” ujar SN.
ES, salah satu ibu korban, mengatakan bahwa putrinya setelah kasus itu terbongkar menjadi lebih emosional dan menjadi pemurung. Tetapi setelah diberi bimbingan konseling oleh polisi di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), perlahan-lahan kondisi putrinya bisa membaik.
“Kami menyerahkan kasus ini ke polisi. Kmai harap pelaku dihukum setimpal dengan perbuatannya,” ujar ES.