Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Daisy Indira Yasmine mengatakan, kegelisahan terhadap kawasan perbatasan ternyata jauh lebih tinggi dirasakan oleh pemerintahan negara tetangga Malaysia. Pemerintahan Indonesia menurut Daisy, terkesan biasa-biasa saja.
“Buktinya, sejumlah Perguruan Tinggi Negeri di Malaysia pada tahun 2011 ambil inisiatif mengajak Fisip UI secara kontinu membahas masalah perbatasan Indonesia-Malaysia dengan pendekatan kesejahteraan. Itu indikasi, bahwa Malaysia lebih peduli,” kata Daisy Indira Yasmine, di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu pekan lalu.
Dari dua tahun kerjasama ini dilakukan lanjutnya, ada dua hal yang sangat mencolok. Pertama, pada setiap kawasan perbatasan di Malaysia sangat kuat simbol-simbol kenegaraannya. “Sementara pada kawasan perbatasan Indonesia ditandai oleh berbagai perkumpulan tukang ojek,” ungkap Daisy Indira Yasmine.
Demikian juga halnya dengan cara pandang Indonesia terhadap kawasan-kawasan perbatasan. Malaysia, menurut Daisy,lebih mengedepankan aspek kesejahteraan warga negaranya sementara Indonesia lebih menitik-beratkan pada menjaga fisik perbatasan tapi minim dengan infrastruktur pendukung.
“Kalau kita masuk kawasan perbatasan Indonesia di Entikong melalui Malaysia, perbedaan yang sangat ekstrim itu dengan sangat mudah kita rasakan. Baik dari sisi infrastruktur kantor imigrasi maupun fasilitas aparat penjaga perbatasan. Sangat ekstrim perbedaannya,” imbuh Daisy Indira Yasmine.
sumber : JPNN.com